Monday 7 November 2011

Tabung GAZA-MAPIM: BELI & BANTU

Assalamu'alaikum dan Salam Sejahtera,

Munif Hijjaz Perfumes Stokis Putrajaya telah melancarkan Kempen BELI & BANTU Pembebasan Rakyat Palestin yang sedang menderita akibat kekejaman Rejim Zionis.

Bermula hari ini, dengan pembelian produk wangian daripada Munif Hijjaz Perfumes Stokis Putrajaya sebanyak 10% daripada jumlah pembelian akan disalurkan kepada Tabung GAZA-MAPIM. Jumlah sumbangan yang terkumpul akan diserahkan kepada Majlis Perundingan Pertubuhan Islam Malaysia (MAPIM) melalui akaun MAPIM BIMB: 08013010075820.

Kepada individu yang berhajat untuk memberi sumbangan kepada rakyat Palestin ini juga boleh menyalurkan terus ke akuan seperti di atas.

Freedom For Palestin



Friday 30 September 2011

PAKEJ KHAS UNTUK HADIAH PERIBADI DAN HANTARAN PERKAHWINAN

Salam Sejahtera dan Selamat Beristirehat,

Telah tiba PAKEJ KHAS UNTUK HADIAH PERIBADI DAN HANTARAN PERKAHWINAN Munif Hijjaz Perfumes!

Dapatkan sekarang juga..sesuai dihadiahkan sempena majlis perkahwinan rakan-rakan dan saudara-mara...

Apa tunggu lagi???Jangan peningkan kepala anda untuk memikirkan hadiah apa untuk diberi tahun ini...Semuanya telah dibungkus rapi oleh Munif Hijjaz Perfume Putrajaya...



















Sunday 28 August 2011

SELAMAT HARI RAYA EIDUL FITRI

Salam Ramadhan Kareem dan Menyambut Eidul Fitri,

Di kesempatan yang tinggal 2 hari lagi nak berhari raya Eidul Fitri, kami di Stokis Munif Hijjaz Perfumes Putrajaya ingin merakamkan sekalung terima kasih dan tahniah kepada peminat-peminat, pengguna-pengguna, pengedar-pengedar dan ejen-ejen di Munif Hijjaz Perfumes...Kami juga ingin memohon ampun dan maaf sekiranya ada kekurangan selama berurusniaga bersama kami..
Selamat Menyambut Hari Raya Eidul Fitri Maaf Zahir & Batin...

Ikhlas daripada,
Pengurusan
Stokis Munif Hijjaz Perfumes Putrajaya







Wednesday 24 August 2011

HUKUM MEMAKAI MINYAK WANGI DAN BERHIAS UNTUK PEREMPUAN

HUKUM MEMAKAI MINYAK WANGI DAN BERHIAS UNTUK PEREMPUAN

Ketahuilah bahwa keluarnya seorang perempuan dalam keadaan berhias atau memakai minyak wangi dengan keadaan menutup aurat hukumnya makruh tanzih, tidak haram. Hal itu menjadi haram jika perempuan tersebut bertujuan untuk pamer (mendapatkan pandangan mata) dari kaum laki-laki; artinya bertujuan membuat fitnah terhadap mereka.

Ibnu Hibban[58], al-Hakim[59], an-Nasa’i[60], al-Baihaqi[61] meriwayatkan dalam bab kemakruhan kaum perempuan untuk memakai minyak wangi, juga diriwayatkan oleh Abu Dawud[62] dari Abi Musa al-‘Asy’ari dengan marfu’ kepada Rasulullah, ia bersabda:


“Perempuan manapun memakai wewangian kemudian lewat pada suatu kaum (laki-laki) agar mereka mendapati baunya maka ia seorang pelaku zina)”

At-Tirmidzi[63] dalam bab tetang kemakruhan keluar perempuan dengan memakai wewangian, juga dari hadith Abi Musa al-‘Asy’ari dengan marfu’ kepada Rasulullah, ia bersabda:


“Setiap [kebanyakan] mata melakukan zina, dan perempuan jika ia memakai wewangian kemudian lewat di suatu majelis maka ia yang begini dan begini). Artinya ia seorang pelaku zina”.

Hadith terakhir di atas dalam pengertian umum (Muthlaq), sementara hadits yang pertama dengan lafazh dalam pengertian yang dikhususkan (Muqayyad). Tujuan kedua-dua hadits adalah sama. Karena itu maka pengertian yang umum (Mutlaq) harus dipahami dengan mengaitkannya dengan pengertian yang khusus (Muqayyad), sebagaimana kaedah ini telah menjadi keharusan dengan kesepakatan (Ijma’) majoriti ulama, supaya kita terhindar dari konfrontasi dengan kesepakatan (Ijma’) majority ulama tersebut. Karena itu tidak ada seorang pun dari para ulama yang menyatakan haram secara mutlak bagi seorang perempuan keluar rumah dengan memakai wangian. Pemahaman semacam ini sesuai dengan hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunan-nya, bahwa ia berkata[64]: 


“Kita [Isteri-isteri Nabi] keluar bersama Nabi menuju Mekah, dan kita melumuri wajah dengan wangi untuk ihram. Jika salah seorang dari kami berkeringat, air keringatnya mengalir di atas wajahnya [membentuk guratan-guratan], dan nabi tidak mencegah”. Padahal Rasulullah dan isteri-isterinya berpakaian ihram dari Dzil Hulaifah; suatu tempat beberapa batu dari Madinah”.


Hadith pertama di atas diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan al-Baihaqi dalam suatu bab yang keduanya menamakan bab tersebut dengan “Bab makruh bagi perempuan untuk memakai wangian”. Bab tersebut dinamakan demikian karena keduanya faham bahwa hukum perempuan memakai minyak wangi adalah makruh tanzih. Lafazh makruh jika diungkapkan secara mutlak maka yang dimaksud adalah makruh tanzih, sebagaimana dinyatakan para ulama madzhab Syafi’i. Syaikh Ahmad ibn Ruslan berkata[65]:


“Seorang pelaku perbuatan makruh tidak disiksa, tetapi bila ia tidak melakukan perbuatan tersebut karena tujuan melaksanakan syari’at, ia diberi pahala)”.

Sebagaimana diketahuai al-Baihaqi adalah salah seorang ulama besar madzhab Syafi’i. Pemahaman mazdhab Syafi’i ini juga diambil oleh madzhab Hanbali dan Maliki. Artinya semua madzhab menyatakan bahwa lafazh “makruh” jika disebut secara mutlak maka yang dimaksud adalah “makruh tanzih”. Adapun dalam madzhab Hanafi, umumnya penyebutan tersebut untuk tujuan “makruh tahrim”; artinya pelaku perbuatan tersebut telah berdosa.

Dengan demikian, orang yang mengharamkan keluarnya perempuan dengan wangi-wangian, akan bersikap apa terhadap hadith ‘Aisyah di atas yang merupakan hadits shahih, karena tidak ada seorang ahli hadith pun (al-hafizh) yang menyatakan hadits tersebut dha’if? Adapun penyataan sikap dari seorang yang bukan ahli hadits tentu saja tidak ada gunanya, karena itu tidak memberikan pengaruh (sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab Musthalah al-Hadits).

Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, bahwa suatu ketika seorang perempuan lewat di hadapan Abu Hurairah yang wangi-wangiannya dirasakan oleh beliau, ia bertanya: 


“Hendak kemanakah engkau wahai hamba Tuhan yang maha perkasa? Perempuan tersebut menjawab: “Ke masjid”. Abu Hurairah berkata: “Adakah engkau memakai wangi-wangian untuk itu?”. Ia menjawab: “Iya”. Abu Hurairah berkata: “Kembalilah engkau pulang dan mandilah, sesungguhnya saya mendengar Rasulullah bersabda: “Allah tidak menerima shalat seorang perempuan yang keluar menuju masjid sementara wangi-wangiannya menyebar semerbak hingga ia pulang kembali dan mandi”. 

Hadith ini tidak dinyatakan shahih oleh seorang hafiz pun. Bahkan Ibnu Khuzaimah yang meriwayatkannya berkata: “Jika hadits ini shahih” (artinya menurut beliau hadits ini tidak shahih). Dengan demikian hadits ini tidak dapat dijadikan sandaran hukum. Yang menjadi sandaran hukum dalam hal ini adalah hadith ‘Aisyah sebelumnya di atas, karena hadith tersebut lebih kuat sanadnya dari pada hadith Ibnu Khuzaimah ini.

Namun demikian makna dua hadith ini dapat dipadukan. Dengan difahami sebagai berikut: “Jika hadith Ibnu Khuzaimah dinyatakan shahih maka maknanya bukan untuk tujuan mengharamkan memakai minyak wangi bagi kaum perempuan, tapi untuk menyatakan bahwa shalatnya perempuan tersebut tidak diterima (tidak memiliki pahala). Hal ini sebagaimana diketahui bahwa ada beberapa perbuatan makruh yang dapat menghilangkan pahala perbuatan (ibadah) yang sedang dilakukan, namun begitu perbuatan (makruh) tersebut bukan sebuah kemaksiatan. Contohnya seperti shalat tanpa adanya khusyu, shalat tetap sah (menggugurkan kewajiban) hanya saja tanpa pahala dan tidak diterima. Contoh lainnya seperti hadith Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan Abu Dawud dengan marfu’[66]:

“Siapa yang mendengar orang memanggil [adzan] dan ia tidak memiliki alasan untuk mengikutinya (shalat jama’ah) maka tidak diterima shalatnya (sendiri) yang ia lakukan”.

Beberapa sahabat bertanya: “Apakah alasan dalam hal ini?”. Ia menjawab: “Rasa takut atau karena sakit”. Hadith ini bukan berarti orang yang tidak shalat berjama’ah dengan tanpa alasan sebagai pelaku maksiat. Tetapi maknanya orang tersebut telah berlaku perbuatan makruh. Demikian pula dengan hadith Ibnu Khuzaimah di atas bukan dalam pengertian haram memakai wangi-wangian bagi perempuan, tetapi dalam pengertian makruh.

Catatan lainnya; wangi-wangian yang dimakruhkan di sini adalah wangi-wangian yang semerbak baunya, sebab lafazh hadithnya menyatakan untuk bau yang “menyengat”, tidak digunakan mutlak/umum bagi seluruh wangi-wangian. Sebagaimana hal ini telah dijelaskan oleh para ahli bahasa. Adapun hadits yang berbunyi:


“Janganlah kalian melarang para hamba Allah dari kaum perempuan untuk mendatangi masjid-masjid, hanya saja hendaklah mereka keluar dalam keadaan tidak memakai wewangian”. Hadits ini pun dalam pengertian makruh tanzih bila perempuan tersebut memakai wewangian menuju masjid.

Sila semak apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Muhammad ibn al-Munkadir, berkata: “Suatu saat Asma’ didatangi ‘Aisyah, sementara Zubair (suami Asma’) tidak ada di rumah. Dan ketika Rasulullah masuk ia mendapati wewangian, ia bersabda: “Tidak layak bagi seorang perempuan memakai wangi-wangian di saat suaminya tidak di rumah”. Hadith inipun bukan untuk menunjukkan keharaman, karena bila untuk tujuan haram maka akan diterangkan langsung oleh Nabi.

Ibnu Muflih al-Maqdisi al-Hanbali dalam karyanya al-Adab as-Syar’iyyah berkata: “Haram bagi seorang perempuan keluar rumah suaminya tanpa mendapatkan izin darinya, kecuali karena dharurat atau karena kewajian syari’at…”. Pada akhir tulisan ia berkata: “…dan dimakruhkan bagi perempuan memakai wangi-wangian untuk hadir ke masjid atau ke tempat lainnya”.

Al-Baihaqi dalam dalam Sunan-nya meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa di hari Aidilfitri Rasulullah keluar rumah, ia shalat dua raka’at, saat itu beliau bersama Bilal, kemudian datang kaum perempuan dan nabi menyuruh mereka semua untuk bersedekah, setelah itu kemudian kaum perempuan tersebut melepaskan apa yang mereka kenakan dari al-Khursh dan as-Sakhab. Al-Baihaqi berkata: “Hadits ini diriwayatkan al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya dari Abi al-Walid, dan diriwayatkan Muslim dari Syu’bah”. As-Sakhab adalah sesuatu yang dikenakan dari wewangian. Al-Khursh adalah perhiasan-perhiasan dari emas dan perak. Dalam hadits ini terdapat kebolehan bagi kaum perempuan untuk memakai wangi-wangaian dan berhias, di mana Rasulullah tidak melarang kaum perempuan tersebut untuk mengenakannya.

Rujukan:
[58]. Al-Ihsan Bi Tartib Shahih Ibn Hibban (6/301)
[59]. Al-Mustadrak: Kitab at-Tafsir (2/396)
[60]. Sunan an-Nasa'i: Kitab az-Zinah
[61]. As-Sunan al-Kubra (3/246)
[62]. Sunan Abi Dawud: Kitab at-Tarajjul: Bab tentang keluarnya perempuan dengan memakai minyak wangi.
[63]. Jami' at-Tirmidzi: Kitab al-Adab: Bab tentang makruhnya seorang perempuan keluar dengan memakai minyak wangi.
[64]. Sunan Abi Dawud: Kitab al-Manasik.
[65]. Matan az-Zubad (h. 10)
[66]. Sunan Abi Dawud: Kitab as-Shalat. Lihat pula al-Mustadrak (1/246) dan as-Sunan al-Kubra (3/75)

(Artikel ini dikongsi daripada blog saudara Al-Binory)


Monday 22 August 2011

Munif Hijjaz Perfumes TV3 TVC


HUBUNGI SEKARANG UNTUK MAKLUMAT LANJUT!

AHMAD KHUZAIMI (Tel: 016-3354701)